Kamis, 10 Januari 2008

efek JIKA PULAU SUMATERA TERBELAH DARI ACEH HINGGA LAMPUNG


Berdasarkan catatan gempa merusak di Bali sejak tahun 1800-an zone subduksi
megathrust di selatan Bali belum pernah menimbulkan gempa besar yang merusak.
Tsunami juga belum pernah terjadi akibat penyusupan lempeng Indo-Australia ke
bawah Bali. Seringnya Bali diguncang gempa dengan intensitas III-IV MMI yang
tidak menyebabkan kerusakan menunjukkan bahwa kondisi tektonik kawasan Bali
sangat rapuh dan tidak elastis. Sehingga ketika mendapat stres langsung patah
dan dilepaskan yang dimanifestasikan sebagai gempa dengan magnitude kecil.
Keadaan ini justru baik karena justru tidak akan terjadi akumulasi energi yang
akan dilepaskan dalam bentuk gempa besar yang merusak.

Perbedaan Karakteristik Gempa di Sumatera dan Bali
Oleh Daryono, S.Si., M.Si.

GEMPA bumi yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 dan di Nias pada 28 Maret
2005 lalu memiliki magnitude besar dengan kedalaman dangkal di zone penyusupan
lempeng. Bagaimana dengan aktivitas gempa bumi di zone penyusupan lempeng
samudera di selatan Bali? Ada perbedaan karakteristik gempa dan tektonik antara
Sumatera dan Bali berdasarkan data kegempaan yang ada.



Besar kemungkinan, gempa yang terjadi di Nias, Senin (28/3) malam lalu adalah
gempa baru yang dipicu oleh gempa Aceh pada 26 Desember tahun lalu. Gempa ini
bukan merupakan gempa susulan Aceh, namun masih berada dalam satu rangkaian
lempeng kerak bumi.

Pusat gempa Nias berada di zone penyusupan megathrust di sebelah selatan gempa
Aceh dan masih berada dalam jalur banturan lempeng Samudera Hindia dengan
lempeng Eurasia. Jadi gempa ini bukan gempa susulan, tetapi memang terpicu oleh
gempa Aceh, di mana energi yang dilepaskan gempa Aceh menyebabkan gaya-gaya
yang bekerja mencari kesetimbangan dengan membuat titik-titik rawan lain
menjadi lebih tegang.

Pada kejadian gempa kali ini, gelombang tsunami tidak muncul karena perubahan
kerak bumi tidak terlalu mempengaruhi permukaan lantai samudera. Sebab,
meskipun gempanya besar, deformasi yang terjadi di lantai samudera kecil,
sehingga permukaan laut di atasnya tidak terlalu bergoyang dan berosilasi untuk
bisa terjadi tsunami.



Tektonik Sumatera

Berdasarkan data historis, sekitar 121 tahun lalu, di sekitar kawasan ini
memang pernah terjadi gempa besar berkekuatan 9 skala Richter, tepatnya di
perairan Kepulauan Mentawai, Smatera Barat. Guncangan akibat gempa megathrust
yang dahsyat itu menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pesisir
barat Pulau Sumatera. Bahkan, pengaruhnya dirasakan sampai Singapura dan
Malaysia.

Memang, tak ada data pasti tanggal kejadian gempa itu dan kerusakan yang
ditimbulkannya. Namun, berdasarkan beberapa laporan, gempa yang dirasakan
sampai di Singapura tersebut terjadi pada tanggal 24 November 1833. Gempa pada
1833 ini bukanlah rekaan. Gempa besar yang magnitudonya hampir sama, juga
terjadi pada tahun 1608 dan 1381. Diyakini, siklus gempa besar itu terjadi
dalam kurun waktu 200-300 tahun.

Seringnya terjadi gempa di Kepulauan Mentawai dan Nias di sebelah barat pesisir
Sumatera bersumber di zone gempa besar, yaitu Zone Subduksi Lempeng yang
terletak di bawah Kepulauan Mentawai dan Kepulauan Nias. Zone ini mempunyai
potensi gempa yang sangat tinggi sebagai generator gempa merusak.

Sumber gempa tektonik di Aceh dan Nias merupakan segmen (gempa bumi) paling
utara pada Zone Subduksi Sumatera, yang membentang sampai ke Selat Sunda dan
berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Khusus di pantai barat Sumatera, terdapat
6 zone subsuksi yang sangat berpotensi sebagai gempa besar yang biasanya
diikuti tsunami, yaitu segmen Simeulue, Nias, Kepulauan Batu, Siberut, Sipora,
Pagai, dan Bengkulu.

Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia di bawah Samudera Hindia ke arah barat
laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan kecepatan
pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu
saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif.

Pergerakannya yang hanya beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter per
tahun ini memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng
Indo-Australia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per
tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6 cm per tahun.
Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring posisinya ini lebih
cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.

Akibat dorongan lempeng Indo-Australia tersebut, Pulau Sumatera terbelah
menjadi dua bagian yang memanjang. Patahan yang terbentuk itu sangat populer
disebut sebagai Patahan Semangko yang merupakan generator gempa merusak di
daratan Sumatera. Belahan Sumatera yang kecil di bagian barat daya bergerak ke
barat laut, berlawanan dengan belahan yang besar di timur laut.

Selama puluhan sampai ratusan tahun, tekanan lempeng Samudera Hindia ini akan
terus meningkat sampai melampaui kekuatan elastisitas batuan, sehingga batuan
di bawah pulau-pulau akan runtuh dan bergeser secara tiba-tiba. Bila ini
terjadi, maka timbul gempa bumi. Sehingga aktivitas lempeng baru diketahui
ketika terjadi gempa. Karena sesungguhnya gempa merupakan petunjuk adanya
bagian dari batuan di tempat pertemuan lempeng yang tidak mampu lagi menahan
tekanan, pada saat itu batuan tersebut patah.



Kawasan Bali

Untuk daerah Bali, berdasarkan pada karakteristik kegempaan dan tektonik, serta
ditunjang dengan karakteristik data geofisika yang ada, maka sumber gempa yang
mempengaruhi kawasan Bali dan sekitarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu
zone subduksi di selatan Bali dan patahan busur belahan di utara Bali.

Gempa yang terjadi pada zone subduksi Bali umumnya dipisahkan atas dua
kelompok, yaitu gempa megathrust yang merupakan gempa akbat penyusupan dangkal
dan gempa Benioff yang merupakan gempa akibat penyusupan dalam. Zone megathrust
adalah bagian dangkal dari zone subduksi yang mempunyai sudut tukik yang
landai, sedangkan zone Benioff adalah bagian dalam dari zone subduksi yang
mempunyai sudut tukik yang curam.

Berbeda dengan di Sumatera, berdasarkan catatan gempa merusak di Bali sejak
tahun 1800-an zone subduksi megathrust di selatan Bali belum pernah menimbulkan
gempa besar yang merusak. Tsunami juga belum pernah terjadi akibat penyusupan
lempeng Indo-Australia ke bawah Bali.

Seringnya Bali diguncang gempa dengan intensitas III-IV MMI yang tidak
menyebabkan kerusakan menunjukkan bahwa kondisi tektonik kawasan Bali sangat
rapuh dan tidak elastis. Sehingga ketika mendapat stres langsung patah dan
dilepaskan yang dimanifestasikan sebagai gempa dengan magnitude kecil. Keadaan
ini justru baik karena tidak akan terjadi akumulasi energi yang akan dilepaskan
dalam bentuk gempa besar yang merusak.

Apakah mungkin daerah Bali dilanda tsunami? Meskipun secara teoretik, empirik
dapat dijawab ''mungkin'', karena kawasan laut di sekitar Bali memiliki potensi
distribusi patahan naik pembangkit tsunami, namun perlu diketahui bahwa
gempa-gempa di kawasan Bali dan sekitarnya memiliki karakteristik magnitude
kurang dari 6,5 skala Richter, di bawah syarat magnitude suatu gempa
menyebabkan tsunami.

Berdasarkan data, dapat dipastikan bahwa frekuensi terjadi tsunami di Bali
sangat kecil. Kalaupun sampai tsunami terjadi di Bali, kemungkinan tinggi
gelombang yang sampai ke pantai tidak terlalu besar. Berdasarkan simulasi
komputer yang didasarkan pada asumsi serta data empirik yang ada, hanya ada dua
tsunami yang terjadi di sekitar Bali, yaitu tsunami di selatan Sumba tahun 1977
dan tsunami di selatan Banyuwangi tahun 1994.

Secara umum ada sejumlah syarat terjadinya tsunami; yakni terjadi gempa di
dasar laut yang kedalamannya dangkal (h<50>

Tidak ada komentar: